![]() |
Jembatan Ampera dan Sungai Musi Diselimuti Kabut Asap Gambar diambil dari http://news.liputan6.com/read/2107301/dampak-kabut-asap-renggut-1-korban-jiwa-di-sungai-musi |
Sejak pertengahan September 2014, Palembang
diselimuti kabut asap tebal. Kalau mau keluar rumah, jangan sampai lupa pakai
masker kalau tidak mau terserang gangguan pernapasan atau mata. Adik saya yang
sekolahnya dekat rumah saja pakai masker saking mengganggunya asap akhir-akhir
ini. Dan kalau masih pagi lebih parah lagi, jarak pandang hanya sekitar 15 - 40 meter. Pengendara di jalan raya harus ekstra hati-hati. Sekolah-sekolah di
Palembang yang jam masuknya biasa jam 06.30 atau 07.00 WIB pun diperkenankan untuk
memundurkan jam pertama belajar menjadi jam 07.30 WIB sampai kondisi kabut asap
dipandang tidak lagi berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan para siswa. Dan bagi siswa yang masuk siang, jam pulang
pun dipercepat menjadi maksimal pukul 16.30 WIB serta jam mata pelajaran
dikurangi 10 menit. Senang? Oh, tentu tidak. Siapa yang mau terkukung oleh
pekatnya kabut asap? Tidak ada.
Selain jadwal
sekolah yang terganggu, jadwal penerbangan pun ikut terganggu. Pada Jumat, 26
September 2014 lalu, penerbangan di Bandara Sultan Mahmud Badarudin baru
berjalan sekitar pukul 10.35 WIB. Aduh, ini setiap elemen masyarakat
jelas-jelas sudah dirugikan oleh kabut asap. Parahnya, hal ini sudah kesekian
kalinya terjadi. Bahkan, Palembang adalah salah satu kota yang cukup
berlangganan kabut asap tiap tahunnya, terutama ketika sudah masuk musim
kemarau. Penyebabnya juga sama tiap tahunnya, yaitu kebakaran hutan atau lahan
baik disengaja maupun tidak disengaja. Suatu kesalahan terulang sekali adalah
kesalahan, tapi kesalahan yang terjadi berulang kali adalah kebodohan. Mbok ya bodoh jangan dipelihara....
Kalau sudah begini, maka mulailah saling lempar
kesalahan. Terakhir kabarnya, menebalnya kabut asap di Palembang ini disinyalir
akibat aktivitas panen kebun tebu yang dilakukan dengan cara membakar, seperti
di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir (OI), dan Ogan
Komering Ulu (OKU) Timur. Saat panen, perusahaan melakukan pembakaran, yang
jumlahnya mencapai ratusan hektar. Pembakaran saat panen tebu dilakukan untuk
kebun tebu bakar. Panen tidak melakukan pembakaran pada kebun tebu hijau. Nah,
tebu bakar inilah yang ditengarai menjadi penyebab asap di Sumatera Selatan (Sumsel), apalagi
dilakukan saat musim kemarau seperti sekarang. Selain beberapa perusahaan tebu
di Sumsel yang melakukan pembakaran, ada juga beberapa lahan perkebunan milik
masyarakat yang dilakukan pembakaran. Saya ingat beberapa waktu lalu ketika saya
ke kampus saya yang letaknya di Ogan Ilir, sepanjang jalan menuju kampus, saya
tak henti-hentinya menutup hidung dengan tissue. Bukan karena kabut asap,
asapnya benar-benar berasal dari sisi kiri dan kanan jalan. Lahan kosong yang
ditumbuhi rumput-rumput tinggi itu dibakar dan asapnya mengepul hebat menganggu
pengendara jalan, termasuk saya yang berada dalam bus. Padahal, jalan yang saya
lewati itu adalah jalan penghubung antar provinsi di pulau Sumatera.
Teman-teman, sebenarnya tidak ada yang salah dengan
aktivitas membuka lahan perkebunan asal caranya benar. Berdasarkan pasal 48 dan
49 UU No. 18 Tahun 2004 tentang perkebunan, melarang perusahaan perkebunan
dalam membuka dan mengelola lahan perkebunan dengan cara membakar. Ancamannya
maksimal 10 tahun penjara, dan denda maksimal Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Dan jika pun terbukti bahwa kebakaran lahan tersebut merupakan
suatu kelalaian, tetap mendapatkan sanksi pidana penjara 3 tahun dan denda
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Aduh, rugi sekali. Saya memang tidak
tahu apakah semua perusahaan yang memiliki lahan di negara ini sadar akan hal
ini atau tidak. Sangat jelas bahwa apapun alasannya, pembakaran lahan adalah
tindakan kriminal yang merugikan masyarakat. Pemerintah juga harus bertindak tegas terhadap semua orang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum dan undang-undang.
Seharusnya, tanpa undang-undang yang berlaku itu pun,
tiap-tiap manusia dapat mengerti bahwa apa pun yang dilakukan dan merugikan
makhluk hidup lain adalah tindakan kriminal yang tidak dibenarkan baik oleh
masyarakat, negara, bahkan agama. Pembakaran lahan di Sumsel yang berujung pada
timbulnya kabut asap adalah salah satu contoh sudah begitu lemahnya kepekaan
manusia terhadap lingkungan dan manusia lainnya. Padahal, kita bersama hidup di
lingkungan yang sama. Kita berpijak pada bumi yang sama, merasakan, dan
menghirup udara yang sama. Maka sudah jadi tanggungjawab bersama pula untuk
saling menjaga bumi, udara, dan elemen lainnya. Jangan cuma karena alasan
keuntungan materil pribadi, hal ini menjadi terlupakan.
Teman-teman, kesalahan atas merebaknya kabut asap
sejatinya adalah milik kita semua. Ada pun kita mungkin lupa bahwa kita turut
menyumbang asap dari motor yang kita pakai ke kampus tiap hari, atau dari
kepulan asap rokok ayah, atau mungkin juga dari pembakaran sampah dedaunan
pohon rambutan yang disapu oleh ibu tadi siang. Manusia memang tempatnya lupa,
tapi manusia lainnya pasti ada yang ingat, dan manusia inilah yang wajib
mengingatkan. Teman-teman, mari terus meningkatkan gaya hidup hijau kita. Mulai
dari mematikan lampu apabila tak diperlukan, menggunakan plastik dan kertas
seperlunya saja, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, perbanyak berjalan
kaki atau bersepeda, membuang sampah pada tempatnya, dan seterusnya. Mulai dari
diri sendiri, tularkan ke yang lain. Titik api pembakaran lahan saja bisa
menjalar, kabut asap malah bisa menyeberang ke luar provinsi dan bahkan ke
negara tetangga, kebiasaan baik mestinya juga bisa begitu, kan?
Ayo berkomitmen untuk go
green demi masa depan bumi dan kita.
Referensi
seram yah :(( kalo pembukaan lahan di negara kita banyak oknum2 tidak bertanggung jawab yang senak udelnya main bakar-bakar lahan sebagai jalan pintas, diotaknya mungkin cuma murah dan cepat.
BalasHapusmereka ga melihat resikonya :((
yang paling parah dan setiap tahun ada, pasti kabut asap yg di Riau, sampe ga enak hati loh, teman2 aku yang kebetulan tinggal di SG atau di Malaysia kadang juga sampai bingung mau bilang atau ngejelasin apa kalo ada orang lokal nanya mereka ttg asap Riau :(( jadi malu sendiri
Meidi
www.geretkoper.com
Asli serem bgt memang :( tapi ya mau gimana lagi, udah kejadian :( bencana kaya gini, kalo cuma ngarep penyelesaian dari pemerintah, ga bakal ada ujungnya. Mesti semua lapisan masyarakat sadar dan turut membantu :")
HapusThank you for visiting, by the way :)